Bayangkan, di bawah langit malam yang bertabur bintang, atau di tengah kelelahan panitia OSKM di “Kandang Domba” yang mistis, tiba-tiba menggema sebuah lagu. Lagu yang sama yang dinyanyikan berulang-ulang, mengiringi langkah kaki para mahasiswa baru saat pelantikan, berkeliling kampus ITB, menyatu dengan “Buruh Tani”, “Mentari”, dan lagu-lagu perjuangan lainnya. Ini dia, pengalaman kolektif anak ITB pra-Reini era (gak tau sekarang), sebuah ritual yang tak lekang oleh waktu.
Lagu ini lebih dari sekadar pengisi acara. Bagi para sesepuh kampus, ia adalah oase di tengah gurun ketidakpastian. Sebuah simbol harapan di tengah perjuangan yang penuh risiko pada saat orde baru, saat tembak-tembakan meletus dan mereka berlindung, tak tahu apa yang akan terjadi di hari esoknya. Bayangkan, mereka bernyanyi bersama, mencari kekuatan dalam melodi dan lirik, di tengah ancaman yang mengintai di balik setiap sudut. Sebuah kisah yang mungkin sulit dipercaya, namun pernah terukir dalam sejarah ITB.
Musik dari Masa ke Masa: Perwujudan Spiritualitas dan Demokratisasi Musik
Kekuatan musik untuk menghibur, menguatkan, dan menginspirasi ini telah terbukti melintasi batas waktu dan budaya. Dari nyanyian Gregorian yang khusyuk di gereja-gereja abad pertengahan, hingga dentuman musik rock yang membakar semangat di stadion modern, musik selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup manusia. Ia menawarkan pelukan kehangatan di saat kita rapuh, dan membangkitkan semangat juara di saat kita terpuruk.
Pada era Medieval, ketika Eropa dilanda perang dan wabah penyakit, muncul lagu-lagu religius yang memberikan penghiburan dan harapan bagi umat yang menderita. Karya-karya Santa Hildegard von Bingen, seperti “O vis aeternitatis”, menawarkan pengalaman spiritual yang mendalam melalui melodi yang indah dan lirik yang penuh dengan simbolisme religius. Tentunya hal ini tidak terlepas bagaimana musik bisa dituliskan, walaupun secara notasi mungkin tidak ada yang tertulis.
Beranjak ke era Renaissance, musik sekuler mulai berkembang dan mengungkapkan berbagai tema kehidupan, dari cinta dan alam hingga satire politik. Mulai diadopsinya notasi musik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musik lebih berkembang di era ini. Salah satu tokoh penting yang menjembatani era Renaissance dan Baroque adalah Claudio Monteverdi. Karya opera monumentalnya, “L’Orfeo” (1607), menandai tonggak penting dalam sejarah musik. Monteverdi dengan cerdas menggabungkan dramatisasi teater dengan kekayaan ekspresi musik, salah satu yang membuat opera menjadi lebih populer sebagai opera.
Tidak lupa, “Imagine” karya John Lennon di tahun 1971 menawarkan visi dunia yang damai, tanpa batas negara, agama, atau ideologi. Lagu ini menjadi anthem perdamaian global dan menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia untuk bermimpi dan berjuang mewujudkan dunia yang lebih baik. Walaupun bisa jadi dunia damai itu mungkin tetap hanya imajinasi karena beliau tertembak akibat lagu tersebut.
Nostalgia, “Healing”, dan Evolusi Musik di Era Digital
Pernah dengar komentar seperti, “Lagu sekarang kenapa banyak lagu healing ya?”, “Kembalikan lagi musik centil 2000-an”, “DWP sekarang kurang EDM terlalu banyak gimmick tidak seperti dulu”? Perdebatan seputar selera dan tren musik memang selalu menarik untuk disimak. Menariknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa manusia cenderung berhenti mengeksplorasi musik baru di usia 24 tahun (lihat https://tirto.id/kenapa-banyak-orang-berhenti-mencari-musik-baru-c98f). Fenomena ini mungkin menjelaskan mengapa setelah beberapa dekade, musik dari masa lalu menimbulkan rasa nostalgia bagi sebagian orang.
Musik selalu berkembang seiring dengan konteks sosial, ekonomi, dan psikologi manusia. Di era internet ini, kita menyaksikan “Music Boom” kedua, di mana produksi musik meningkat pesat dan lagu-lagu semakin personal, seolah menjadi bagian dari kehidupan kita.
Beberapa contoh lagu yang mencerminkan fenomena ini seperti:
Yura Yunita – Tutur Batin: Mengangkat tema perasaan tidak dihargai dalam keluarga, lagu ini menyentuh hati banyak pendengar.
Idgitaf – Berakhir di Aku: Mengajak pendengar untuk memutus rantai dendam antar generasi, lagu ini menyampaikan pesan inspiratif.
Kunto Aji – Pilu Membiru: Membantu pendengar berdamai dengan masa lalu melalui melodi yang sendu.
Isyana Sarasvati – Lagu Malam Hari: Menemani pendengar di masa-masa sulit, seperti saat pandemi, dengan menyampaikan pesan harapan.
https://www.youtube.com/watch?v=Z6irkzpWzrI&ab_channel=IsyanaSarasvati
Sal Priadi – Gala Bunga Matahari: Menggambarkan perasaan kehilangan dan kerinduan pada orang tersayang.
Kita sering menemukan diri kita tercermin dalam lirik sebuah lagu. Semakin banyak orang yang menyukai lagu tersebut, semakin besar kemungkinan kita semua, di balik perbedaan kita, pernah merasakan hal yang sama. Coba ingat-ingat lagi lagu-lagu hits di tahun 2000-an. Banyak banget yang bercerita tentang cinta segitiga, rebutan pacar, dan selingkuh. Apa iya dulu banyak yang ngalamin hal itu? Atau mungkin tema-tema itu memang lebih gampang dijadikan lagu?
Perjuangan Dari Musik
Ingat karakteristik musik di beberapa era dimana selain menjadi bagian dari pemulihan jiwa merupakan bahan bakar untuk tetap berjuang. Nyatanya hal tersebut tetap ada di musik era modern. Fenomena ini juga terjadi di era modern. Meskipun tidak sepopuler lagu-lagu mainstream, sejumlah musisi, seperti .Feast, Efek Rumah Kaca, dan berbagai band independen, tetap konsisten mengangkat isu-isu sosial dalam karya-karyanya.
Tashoora – Agni: Tashoora – Agni (Official Audio)
Lagu yang menjadi bagian dari perjuangan melawan kekerasan seksual di lingkungan top 3 universitas negeri indonesia.
.Feast – Manifesto of Earth-02 / Peradaban: lagunya awalnya hanya dari pensi ke pensi sekarang menjadi simbol baru menggantikan buruh tani sebagai kritik sosial yang dikemas dalam sebuah lagu perjuangan.
.Feast – Berselancar / Kami Belum Tentu: Mengajak berpikir bahwa mereka bukan bagian dari kami dan bukan representasi kami
Lagu-lagu tersebut menunjukkan bahwa musik perjuangan di era modern memiliki warna dan gaya yang berbeda, namun tetap memiliki esensi yang sama: menyuarakan kebenaran, membangkitkan kesadaran, dan menginspirasi perubahan.
Terima Kasih Musik
Walau mungkin ada beberapa orang yang memang tidak mendengarkan musik dalam keseharian bagi diri ku sendiri musik adalah sahabat layaknya Tsubasa dengan bolanya. Teman melewati pekerjaan baik pagi dan malam, teman berjuang dikala yang lain tidur dan teman yang menemani fase hidup.
Leave a Reply